Bab 46
pb Bab 46
Olga bergumam pelan, “Kamu tahu, aku ini begitu payah. Masih muda begini tapi sudah punya masalah pendengaran, hahaha. Aku barusan dengar, kamu bilang menderita kanker perut? Sepertinya, telingaku ini pasti bermasalah...”
#
Selena menahan tangan Olga dengan lembut dan berkata, “Olga, kamu harus bisa menghadapi kenyataan.”
Olga terdiam dan mengangkat matanya yang buram. “Kamu bercanda, ‘kan?”
Namun, mata Selena terlihat sangat serius. “Kamu tahu aku nggak pernah bercanda, alasan aku memotong rambutku menjadi pendek terakhir kali, itu karena aku harus menjalani kemoterapi.”
Olga. Dia meraih tangan Selena dengan erat dengan masih Air mata seketika mengalir di
tidak percaya. “Itu pasti salah diagnosis! Kamu masih sangat muda dan sekuat sapi. Bagaimana mungkin kamu bisa kena penyakit ini?!”
Selena membantunya duduk dan menc... apaBelongs to (N)ôvel/Drama.Org.
yang terjadi. Selena membantunyakit
ini?!”
Olga sudah berlinang air mat
dia selalu merasa bahwa penyakit kanker adalah hal jauh dari mereka. Ketika itu terjadi di sekitarnya, itu rasanya seperti mimpi.
“Nggak, nggak apa-apa, pengobatan medis saat ini sudah sangat maju. Kamu hanya perlu bekerja sama dengan dokter yang merawatmu, maka kamu pasti akan baik-baik saja.”
Olga menyeka air matanya dengan punggung tangannya. “Maaf, aku bahkan nggak tahu kalau ini terjadi padamu. Kelak aku akan menemanimu menjalani kemoterapi. Aku sudah jadi wanita kaya sekarang. Nggak masalah meski aku nggak bekerja selama setahun. Aku akan menemanimu
untuk menyembuhkan penyakitmu.”
Selena hanya menggelengkan kepalanya sedikit dan melihat ke luar jendela dengan tatapan kosong. “Olga, temani aku melihat aurora...
J
“Ya, kalau kamu sudah sembuh, jangankan melihat aurora, kalau kamu mau petik semua bintang di langit, aku bersedia melakukan untukmu.”
“Dulu ada seorang pria yang pernah bilang kalau dia bisa memetik bintang untukku.”
Tampak Olga yang tidak sabar untuk membuka pikirannya. “Dasar otak bucin sialan, dia itu sudah ngak menginginkanmu lagi! Kenapa kamu masih memikirkannya? Kalau aku jadi kamu, aku akan merawat tubuhku dengan baik dan kemudian mencari pria lain untuk membuatnya mati kesal.”
“Olga, jangan menyalahkannya untuk hal ini, dia itu sakit.”
“Apa dia menderita kanker perut juga? Aku harap itu sudah parah, jadi kamu hanya perlu
bersamanya sebentar lagi. Dengan begitu semua hartanya akan jadi milikmu!”
Selena sungguh terhibur olehnya, hingga tertawa sampai keluar air mata. “Kemarilah, akan aku beri tahu pelan-pelan.”
Malam itu, mereka berdua tidur di ranjang yang sama setelah lama tak bertemu dan Selena menjelaskan semuanya.
Suaranya begitu indah, seperti angin sepoi-sepoi di malam musim panas, menerbangkan kegersangan dalam tubuh seseorang.
Olga pun terdiam sejenak setelah mendengar hal ini. “Jadi dia menyalahkanmu atas kematian adiknya? Dan berselingkuh untuk membalasnya? Bukankah itu lebih buruk lagi?”
Namun, Selena berkata, “Aku dapat memahami perasaan kasih sayang dan utang budi pada adik
perempuannya. Kalau hal itu terjadi padaku, aku juga nggak mungkin berdiam diri saja, dia lebih menderita daripada yang bisa kita bayangkan.”
“Selena, rasa sakit bukanlah alasan buat dia jadi bersikap berengsek begini, kamu cuma terlalu
polos mencintainya. Kalau dia berencana untuk membiarkanmu pergi, kalian masing-masing
akan baik-baik saja. Ambil saja kompensasi yang dia berikan padamu dan pergilah jauh-jauh.” “Olga, apa kamu sudah melepaskan Zacky?”
Olga terdiam.
Perasaan selama bertahun-tahun tentu tidak dilepaskan hanya dalam beberapa kata.
“Aku butuh waktu, seiring berjalannya waktu nanti bisa menerima segalanya. Seperti halnya janji cinta dibuat saat perasaan menggebu, bukankah itu juga akan tergerus waktu, bahkan nggak tersisa sampai sedikit pun? Nggak ada yang namanya cinta abadi di dunia ini.”
Selena bergumam dengan suara rendah, “Tapi, aku nggak punya waktu.”
“Kamu nggak boleh menyerah pada terapi pengobatanmu.”
“Olga, tahukah kamu seperti apa rasanya kemoterapi? Rasanya seperti seseorang menguras semua yang ada di tubuhku. Aku merasakan sakit di mana-mana, aku nggak bisa mengerahkan kekuatanku, serasa seperti orang yang lumpuh total, dan itu baru tahap pertama. Makin jauh, makin banyak obat yang masuk ke dalam sumsum tulang, rasanya makin menyiksa.”
“Ayahku koma di rumah sakit, ibuku sudah lama menikah lagi, dan satu-satunya pria yang sangat kucintai telah menemukan kebahagiaan. Nggak ada lagi yang tersisa di dunia ini yang
bisa kugengaam. Olaa. bisakah kamu menemaniku terus sampai akhir nanti?”