Bab 98
Bab 98
Di sepanjang perjalanan, Selena memikirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi. Yang harus dilakukannya tidak lebih dari sekadar mengorbankan harga dirinya dan menuruti keinginan Agatha.
Sebenarnya tidak terlalu sulit.
Apalah artinya harga diri dibandingkan dengan kematian?
Ini adalah kunjungan pertamanya ke bagian dalam Perumahan Kenali. Gaya dekorasi rumah itu sesuai dengan selera dirinya, dengan pintu lengkung berwarna biru, jendela berbentuk tapal kuda, dinding berwarna abu-abu, serta tirai putih yang terlihat lebih misterius dan romantis saat diterpa angin laut.
Namun, sayangnya pemilik rumah ini adalah Agatha.
Selena dibawa ke ruang tamu oleh pelayan. Ruang tamu itu luas dan terang, dengan jendela melingkar 270 derajat yang memungkinkan pemandangan laut terlihat jelas dari setiap sudut.
Sebelum dia melihat Agatha, tiba-tiba di pangkuannya muncul seseorang yang sudah lama tidak dilihatnya, yaitu Harvest.
"Ibu." Cara dia mengucapkan kata itu lebih jelas daripada sebelumnya, sangat imut dan menawan.
Matanya bersinar seperti bintang di langit. Saat melihatnya,
Selena merasa sedikit lebih dekat dan akrab di dalam hatinya.
Harvest membuka lengannya ke arah Selena, dengan bibir mungil yang basah oleh air liurnya, anak itu berkata, "Ibu, peluk ..."
Selena awalnya ingin mengelus kepalanya, tetapi pengasuh anak tiba-tiba datang dan membawa Harvest pergi.
"Aduh, tuan muda kecilku, cepat naik ke atas, sebentar lagi ibumu ada urusan penting."
Harvest yang dibawa pergi dengan paksa pun merasa sangat tidak senang, sehingga dia segera menangis dan ingin meraih tangan Selena sambil berseru, "Ibu! Ibu!"
Hati Selena ikut gelisah melihat situasi ini. Ternyata dia memiliki hubungan emosional yang rumit dengan putranya Agatha.
Agatha turun dari lantai dua dengan pelan, dia mendengar suara Harvest dari jauh. "Sayang, akhirnya kamu mau memanggil ibu, Ibu akan segera datang untuk bermain denganmu," ujar Agatha.
Tanpa menghiraukannya, Harvest malah terus melihat ke arah Selena.
Agatha duduk sendiri di sofa, kemudian pelayan datang dan bertanya dengan sopan, "Nyonya, mau minum apa?"
Agatha menopangkan kepalanya dengan tangan kanannya, lalu menatap Selena dengan malas sambil berkata, "Dengar-dengar kamu jago membuat kue."
"Jika itu merupakan syarat untuk Kediaman Bennett, aku bisa membuatkannya untukmu," ujar Selena dengan langsung mengungkit inti permasalahan.
Agatha tersenyum dan berkata, "Selena, sebagai seseorang yang berasal dari keluarga pebisnis, apakah ayahmu tidak pernah mengajarimu bahwa untuk mendapatkan sesuatu, kamu pun harus mengorbankan sesuatu? Saat ini, aku anggap kamu datang untuk membahas soal Kediaman Bennett denganku. Memangnya kamu berhak berbicara tentang syarat denganku?"
"Kamu mau makan apa?" tanya Selena.
"Pelayan akan memberitahumu," jawab Agatha.
Sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh pelayan, Selena pun membuat sepiring kue madu.
"Terlalu manis," ujar Agatha.
Selena membuat lagi yang kedua kalinya.
"Terlalu keras," ujar Agatha lagi.
Untuk ketiga dan keempat kalinya, Agatha selalu mencari alasan. Namun, pada kelima kalinya, Agatha langsung menuangkan telur ke atas kepala Selena.
Dengan menahan amarahnya, Selena membiarkan saja campuran adonan dan telur itu mengalir dari rambutnya ke bawah.
Selena menundukkan kepalanya, bulu matanya yang panjang itu menutupi emosi di matanya. Suaranya sangat rendah, sehingga orang lain tidak mungkin mendengar emosinya.
"Nona Agatha, aku bukan koki, aku tidak bisa membuat sesuatu sesuai seleramu."
Namun, Agatha tetap belum puas untuk terus mengerjainya dengan semena-mena.
"Selena, aku adalah seorang pendendam. Bukankah aku sudah menyuruhmu membawa Olga ke sini? Inilah akibat dari ketidaktahuanmu!"Content protected by Nôv/el(D)rama.Org.
Selena mengetahui dengan jelas bahwa sikap sombong Agatha saat ini semuanya karena adanya Harvey. Sementara Selena sendiri tidak memiliki apa-apa, bahkan masih harus bergantung pada orang lain. Itulah sebabnya Agatha merasa bisa memperlakukan dirinya seenaknya.
Ketika Agatha dengan gembira menyaksikan kondisi Selena yang malang, Selena yang sejak tadi hanya menunduk, kini tiba-tiba bergerak.
Selena bergerak dengan sangat cepat. Dia mengambil sisa adonan telur yang ada dan langsung melemparkannya dengan kuat ke wajah Agatha.