Tidak Ada yang Tidak Mungkin, Jangan Pergi Full Episode

Bab 121



Bab 121

Bab 121 Kamu Tak Sebanding Dengannya Copyright by Nôv/elDrama.Org.

Fabian agak kebingungan ketika melihatnya. “Vivin, apa kamu tidak menerima email yang isinya mengingatkan bahwa rapat akan ditunda selama satu setegah jam?”

Sial! Vivin mengumpat dalam hati; dia lupa untuk mengecek email karena semua jadwalnya’ menjadi kacau akibat kedatangan Finno kemarin di rumahnya.

“Saya benar-benar lupa.” Dia menyesali keteledorannya, “Maaf, saya akan pergi sekarang.”

“Tunggu!” Fabian mencegatnya.

Sedikit mengerutkan dahinya, Vivin bertanya, “Pak Normando, apa ada lagi yang bisa saya

bantu?”

“Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu.” Fabian berdiri dan bertanya dengan pelan, “Apakah kamu mencintai Finno?” Tidak seperti Fabian yang biasanya yang penuh dengan kebencian, saat itu, dia terdengar ramah seperti saat dia masih muda dulu.

Alis Vivin mengernyit, seraya terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba dari Fabian. “Maafkan saya, Pak Normando. Pertanyaan anda tidak ada hubungannya dengan pekerjaan, jadi saya menolak untuk menjawabnya.” Setelah itu, dia berbalik pergi.

Meskipun begitu, Fabian meraih pergelangan tangannya dan mulai meracau, “Aku tidak bertanya. sebagai Kepala Editor melainkan sebagai mantan pacarmu. Atau mungkin… Aku bertanya sebagai scorang teman yang perhatian denganmu.”

Fabian tidak pulang ke rumah kemarin malam karena dia tidak dapat berhenti memikirkan pernikahan Vivin dan Finno. Sebelumnya, dia berpikir bahwa Vivin menikahi Finno hanya karena materi; namun

sekarang, kelihatannya bukan itu alasan pernikahannya.

Jika memang Vivin tidak mengejar harta, maka hanya dua alasan yang paling memungkinkan. untuknya menikah dengan Finno yaitu karena cinta atau terpaksa.

Bagi Fabian, memang sudah sewajarnya jika Vivin jatuh cinta lagi pada pria lain. Dia sudah tidak mempunyai hubungan lagi dengannya karena dua tahun telah berlalu sejak mereka putus, dan ia percaya bahwa Vivin merasakan hal yang sama dengannya. Seperti juga, Fabian lebih memilih percaya bahwa Vivin terpaksa untuk menikah dengan Finno.

Pernah dia meminta bawahannya untuk menyelidiki pernihakan mereka, dia mendapat informasi bahwa Vivin sudah berkali-kali melakukan kencan buta hanya dalam waktu satu bulan. sebelum akhirnya ia menikah dengan Finno.

Para lelaki itu masing-masing mempunyai latar belakang yang berbeda, tapi mereka mempunyai satu persamaan semuanya merupakan warga di Kota Metro. Fabian teringat tentang ibunya Vivin, yang sedang sakit parah, dia sepertinya sudah mengerti betul alasan dibalik pernikahan.

Vivin.

Meskipun begitu, dia merasa perlu untuk mendapatkan jawaban langsung dari mulut Vivin

1/2

sebagai penjelasan atas berakhirnya hubungan mereka yang mendadak dua tahun lalu.

Wajah Vivin berubah pucat ketika Fabian mencoba untuk menyelidiki pernikahannya, namun dia tetap mencoba untuk tenang dan menjawab ketus, “Fabian, apa kamu lupa bahwa Finno adalah pamanmu? Tidakkah kamu pikir bahwa tak sepantasnya kamu mencampuri hubungan pribadi

tetuamu?”

Fabian tidak pernah menyangka bahwa Vivin akan menggunakan identitasnya sebagai seorang tetua untuk membuatnya terdiam. Fabian berkata sambil menggertakkan giginya. “Vivin Willardi, apa kamu mengatakannya agar kamu dapat menghindarai pertanyaanku? Itu karena kamu tidak mencintai Finno sama sekali bukan? Kamu menikahinya hanya agar mendapatkan status sebagai warga tetap untuk bisa tinggal di Kota Metro, aku benar kan?”

Sedikit kekhawatiran terlihat di wajah Vivin karena ia tak menyangka bahwa Fabian bisa-bisanya menyelidiki begitu dalam terkait dengan penikahannya.

Tebakanku benar! Semangat Fabian memuncak sejak ia melihat adanya perubahan dari ekspresi wajah Vivin. Dia menggenggam pundak Vivin sambil terus menanyainya, “Vivin Willardi, apakah benar yang barusan aku katakan? Kamu tidak mencintai Finno sama sekali kan? Yah, itu masuk diakal… mana mungkin ada yang bisa menyukai seorang laki-laki lumpuh yang tak berperasaan!”

Fabian tak tahu mengapa dia sangat peduli dengan hubungan asmara mereka berdua, namun kecemburuan jelas telah merajainya saat ia terpikirkan bagaimana setiap malamnya Vivin tidur di sebelah Finno. Hal itu membuatnya semakin menggila untuk membayangkan bahwa mereka. berdua telah melakukan hubungan intim satu sama lain.

Fabian hanya bisa melegakan rasa sakitnya akibat kecemburuan dengan menjelek-jelekkan tentang kelumpuhan dan keegoisan Finno, yang berarti menjadi satu-satunya cara yang dapat digunakannya sebagai senjata.

Akhirnya, Vivin memutuskan utnuk menertawakan Fabian, tapi kemarahannya berkecamuk sejak mendengar Fabian menghina Finno. “Fabian Normando, apakah anda sudah selesai?” Dengan sekuat tenaga ia melepaskan tangan Fabian dan berbalik ke arahnya dengan geram, “Anda pikir anda siapa seenaknya mencemooh orang seperti Finno? Tidak sepertimu, Finno selalu mempercayaiku! Kamu

tidaklah sebanding dengannya! Apapun alasannya aku menikah dengan Finno, aku tidak akan pernah menyesali keputusanku!”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.